Langsung ke konten utama

Engkau Matahariku

Namanya Yuliana Siwi Dwiningsih. Dia adalah seorang guru di SMA Bopkri Jogjakarta. Perawakannya tinggi, langsing, berkulit sawo matang, berdarah Jawa, dan berambut ikal tebal. Usianya baru 35 tahun. Para siswa biasa memanggilnya Bu Siwi.
“Nak..Ujian tinggal menghitung hari. Persiapkan dirimu. Ukirlah prestasi dan sambangi masa depan dengan kemantapan hati” katanya bersungguh- sungguh.
“Ya, bu” seluruh siswa kelas menyahut.
Seluruh murid kelas XII IPS 3 sangat menyukai wali kelas mereka itu. Beliau adalah guru sekaligus sahabat yang baik dan pengertian sehingga mereka menghormatinya.
Suatu hari, saat beliau memasuki kelas untuk memberikan materi Bahasa Indonesia, tiba- tiba beliau menjadi limbung, nyaris terjatuh.
“Duh….”rintih Bu Siwi memegangi kepalanya.
“Ibu kenapa?” Bernard, sang ketua kelas berlari kedepan kelas dan membantu Bu Siwi duduk.
“Ya ampun, Bu! Badan Ibu panas!” jeritnya kaget.
“Iya, nak. Mungkin Ibu kecapaian karena harus membuat banyak latihan soal untuk ujian kalian nanti” jawabnya sambil tersenyum manis.
Seisi kelas saling berpandangan, mengkhawatirkan kondisi Bu Siwi. Bahkan, ada seorang siswi yang menawarkan diri untuk memanggil penjaga UKS. Tapi Bu Siwi menolak dan berkata bahwa dirinya tidak apa- apa. Pelajaranpun dilanjutkan seperti biasa.
“Kriiiiing…Kriiiing” bel istirahat panjangpun berbunyi.
“Selamat siang anak- anak. Salam sukses”
“Selamat siang Ibu. Terima kasih.”
“Oh iya, Bu! Jangan lupa minum obat ya!” seorang siswa menyeletuk.
“Iya anak- anak. Pasti dong! Orang Cuma begini aja” beliau mengedipkan mata, sambil berjalan keluar kelas.
.
“Eh kumpul dulu dong semuanya!” Bernard memberi instruksi.
Seisi kelas berkumpul. Ada yang menggerutu gara- gara mau jajan dulu, heboh karena penasaran, ada yang hanya menurut.
“Ada apa sih, Ber?”
“Iya nih cepetan. Aku kepengen jajan”
“Sabar dong. Belum juga dia sempet ngomong” sergah yang lain
“Gini loh! Seminggu lagi kan Bu Siwi ulang tahun. Dia kan baik banget sama kita. Kalo diantara kita ada yang ultah, pasti dia gak lupa kasih selamet. Kita kasih kado yuk. Itung-itung buat kenang- kenangan kelulusan. Pada setuju gak?”ujar sang ketua kelas.
“Oke. Mau dikasih apa nih si Ibu?”
Anak-anakpun menjadi ribut. Ada yang usul boneka, baju, kue, sepatu, tas, dan lain- lain.
“Sebentar- sebentar! Satu- satu”
Akhirnya, setelah melalui diskusi yang cukup panjang, kue blackforest, dan seuntai kalung perak menjadi pilihan.
Esok harinya, anak- anak kelas XII IPS 3 mengumpulkan uang dan mempercayakan tugas membeli hadiah kepada Sinta, anak termodis di kelas tersebut karena dianggap memiliki selera yang baik. Sepulang sekolah, Sinta pergi ke toko kue, dan memesan kue blackforest berukuran besar berbentuk hati bertuliskan “We Love You Mrs. Siwi. Happy Birthday and Happy Valentine”yang akan diambil pada tanggal 13. Setelah itu, dia pergi ke toko perhiasan dan pilihannya jatuh kepada kalung perak berbandul matahari.
Sinta datang ke kelas dengan ekspresi bahagia. Senyum tersungging dibibirnya. Para murid yang lain mengerumuninya lalu menanyakan bagaimana bentuk hadiah yang akan mereka berikan. Sinta menunjukkan foto contoh kue dan kalung itu.
Semua kagum dan senang akan pilihannya.
Seisi kelas tersenyum saat Bu Siwi memasuki ruang kelas mereka karena membayangkan betapa indahnya momen yang akan mereka hadapi bersama.
“Kenapa kalian senyum- senyum? Hayo! Ada apa,San?” Bu Siwi mendekati.
“E….engga apa- apa bu. Gapapa dong senyum- senyum. Senyum kan ibadah.”jawab Santi asal karena kaget.
“Senyum sih ibadah. Tapi kalo senyum- senyum sendiri kaya orang gila.By the way, kalian gak mengerjai saya kan?”selidik Bu Siwi
“Engga kok, Bu.”
“Enggak lah!”
“Gak mungkin bu”
“Beneran bu. Nggak ngerjain kok”
“Sudah- sudah, jangan ribut. Saya Cuma bercanda. Ayo kita mulai pelajaran. Buka halaman 110”
.
.
Empat hari sebelum hari ulang tahun Bu Siwi
“Selamat pagi anak- anak”
“Selamat pagi Ibu”
“Lo! Bu Siwinya mana, bu?” tanya Catherine.
“Bu Siwi sakit. Tifus, db, dan darah tinggi, serta gula anak- anak. Jadi untuk sementara, saya yang menggantikan” Bu Sal berkata dengan wajah sedih.
“Sekarang Bu Siwi dimana, bu?Dari kapan sakitnya?”
“Catherine, Bu Siwi sekarang di rawat di Rumah Sakit Elizabeth. Penyakitnya baru ketahuan kemarin dan sudah lumayan parah. Tapi masih bisa sembuh kok”
Suasana kelaspun menjadi ramai. Semuanya berebut bertanya tentang kondisi Bu Siwi.
Semuanya kembali tenang saat Bu Sal berkata bahwa sekarang kondisi Bu Siwi sudah mulai membaik.
Untuk sejenak, anak-anak merasa tenang dan melanjutkan aktivitas seperti biasa.
Mereka belajar keras untuk Try Out Bahasa Indonesia esok hari karena ingin membanggakan Bu Siwi dihari ulang tahunnya, sekaligus mendapat nilai seratus di mata pelajaran tersebut, yang nyaris mustahil didapatkan
Dikamar kelas tiga yang bernama Agnes 301 itu, Bu Siwi rindu pada anak didiknya. Kehadiran suami dan kedua orangtuanya tak mampu menghalau rasa rindunya. Anaknya yang berumur 2 tahun tak boleh masuk karena masih dibawah umur. Hal itu semakin membuatnya sedih.
Seorang sepupu bernama Eka datang menjenguknya.
“Siwi, kepriye kabarmu?” (Siwi, bagaimana kabarmu ?)
“Apik- apik wae, mbak” (Saya baik- baik saja, kak)
“ Iki lo. Sampeyan katon kesepen. Kula nggawa laptop. Bisa video call karo anak sampeyan lan murid- murid sampeyan. Carane ngene lo”
(Ini lo. Kamu kelihatan kesepian. Saya bawakan laptop. Bisa video call sama anak dan murid-muridmu. Caranya gini lo.)
Mbak Eka kemudian mengajari Bu Siwi cara memakai aplikasi video call tersebut.
“Matur nuwun, mbak” (Terima kasih, kak) pekik Bu Siwi kegirangan.
“Sami- sami”(sama-sama) Mbak Eka tersenyum kemudian berpamitan.
.
Bu Siwi kemudian menelepon Bernard dan memberitahukan nama akunnya.
Bernard kemudian mengoneksikan LCD dengan laptopnya sehingga seisi kelas dapat melihat keadaan Bu Siwi. Tentu hal tersebut dilakukan saat pulang sekolah.
Selama dua hari mereka saling berkomunikasi dan Bu Siwi selalu memberikan motivasi pada mereka.
Selama dua hari itu pula mereka berdoa bersama melalui monitor laptop. Mereka berdoa untuk kelancaran Try Out dan ujian, ketekunan dalam belajar, dan untuk kesehatan Bu Siwi juga.
.
Tanggal 13, Sinta pergi ke toko kue dan mengambil pesanannya. Tatapan puas terpancar dari matanya. Kue tersebut sesuai dengan yang diharapkannya.Dia berdoa agar besok kunjungan kejutan yang akan diadakan teman- temannya. Kemudian, dia pulang, memasukkan kue tersebut kedalam pendingin, lalu membungkus kalung matahari itu dengan kotak betuliskan ucapan dari anak- anak satu kelas.
.
.
Sementara itu
“Teeet…..Teet” Bu Siwi memencet tombol pemanggil perawat.
Sudah beberapa kali dia memencet tombol itu tapi tidak ada yang datang.
Karena haus, Bu Siwi berusaha bangun dari tempat tidurnya dan membeli segelas jus di kantin bawah.
Setelah meminum jus itu tiba- tiba
“Bruk!”
Bu Siwi tak sadarkan diri dan koma…
.
Tibalah tanggal 14 Februari, hari ulang tahun Bu Siwi, sekaligus Hari Kasih Sayang.
Anak- anak berkunjung ke Rumah Sakit Elizabeth. Tampak disana Pak Toni, kedua orang tua Bu Siwi, dan beberapa kerabat sedang menangis.
"Pak, Bu Siwi mana?" kata Bernard
"Bu Siwi sudah tiada beberapa jam yang lalu,nak. Komplikasinya semakin parah. Apalagi, saat dia jatuh pingsan, kepalanya terbentur meja sehingga memperburuk keadaannya." isak Pak Toni.
"Hah?!"Bernard berseru, tak mampu menyembunyikan rasa kagetnya. Begitu pula dengan teman- temannya.
Suasana harupun menyelimuti mereka semua. Mereka kemudian menuju ke ruang duka untuk melihat jenazah Bu Siwi. Senyum dibibirnya menandakan bahwa ia pergi dalam damai.
Dengan bercucuran air mata, Catherine meletakkan kotak kue di meja, menghampiri jenazah Bu Siwi, lalu berkata "Bu, Selamat ulang tahun yang ke-36 dan selamat hari valentine, ya.Kami bawakan kue kesukaan Ibu, lho. Oh iya, bu, kami juga mau kasih kenang- kenangan ini ke, ibu. Semoga Ibu suka. Bandulnya berbentuk matahari, bu, karena Ibu telah membimbing kami keluar dari kegelapan dan menyinari kehidupan kami."kata Catherine sambil memakaikan kalung tersebut dileher jenazah Bu Siwi
Bu, terima kasih untuk segalanya. Ibu memang guru sekaligus sahabat yang baik untuk kami semua. Maafkan kami ya, bu, kami tak bisa membalas semua kebaikan Ibu. Selamat jalan Bu Siwi. Kami semua menyayangimu."ujarnya kemudian.
Beginilah kehidupan. Seringkali orang datang dalam hidup kita, dan pergi begitu saja sebelum kita sempat mengucapkan terima kasih dan kata maaf..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mata Asing

Waktu kita berbaring di atas gemerlapnya pasir pantai malam itu , tiba- tiba kamu mengajukan pertanyaan yang selama ini masih terus kucari jawabannya; "Apa cita- citamu?" "Banyak", cuma itu saja jawabku, karena terlalu susah menjelaskan kalau aku punya segudang cita- cita gila. Misalnya, kerja di NatGeo, jadi penulis, bikin museum dongeng, tourguide , dsb. Singkatnya, banyak! Jujur, aku tidak tahu apa yang benar- benar pandai kukerjakan. Aku bahkan juga bingung kenapa aku belajar mandarin! Jadi, keinginan di atas sepertinya mustahil. Untuk beberapa saat, kita terdiam dalam keheningan sambil menatap lautan bintang yang sepertinya kurang cahaya, bersimpati pada jiwaku yang muram. Aku menoleh memandang matamu yang sedang mengangkasa, mencoba menerka apa yang kamu pikirkan. Mungkin cita- citamu, atau mantan yang baru mencampakkanmu bulan lalu. Setidaknya, sinar bulan puranama yang berpendar dikedua mata besar nan indah itu memberitahuku bahwa aku tak sendiri. Kita

Wawancara dengan Sarwendah Kusumawardhani :)

Pada kesempatan kali ini, saya dan teman saya berkesempatan mewawancarai Sarwendah Kusumawardhani, mantan pemain bulutangkis nasional yang kami temui di tempat pelatihannya di GOR SARWENDAH, Jalan Balai Rakyat. Berikut perbincangan kami. P : Selamat sore, tante. Boleh kami minta waktu sejenak untuk wawancara? J : Oh, iya. Silahkan. P : Sejak kapan tante mulai tertarik dengan dunia bulutangkis? J : Tante mulai tertarik main bulutangkis sejak umur 9 tahun. Kemudian tante mulai belajar diusia 10 tahun, dan mulai bersungguh- sungguh bermain waktu umur 15 tahun saat tante kelas 3 SMP. P : Apa yang membuat tante tertarik dengan dunia bulutangkis ? J : Tante kepengen kayak kakak tante. Dia juara bulutangkis, bahkan kakak sering dikirim keluar negeri dan ikut lomba bulu disana. Tante itu terinspirasi dari kakak. Selain itu kan, orang tua tante kan juga pemain bulutangkis. P : Oooh..Gitu ya. Apa orang tua mendukung tante ? J : Dukung ban

Promnight SMAK 7 BPK PENABUR 2013-2014, 16 Mei 2014

Ah gila! Gak kerasa SMA udah mau selesai (walopun hari ini belom tau sih lulus apa engga). Tiba- tiba udah prom aja. Nah, karena hari ini Jeje masih di Singapur, jadi iik gak nganter dan aku cari tebengan. Seperti biasa, ada dua kandidat, Geraldi dan Ryan. Tapi, berhubung aku deket sama Esther (yayangnya Aldi), jadilah Geraldi yang jadi korban. Hahahaha XP Sebenernya, promnya mulai jam 6. Tapi, namanya juga nebeng, aku ke salon nunggu Esther. Kata Esther sih, Geraldi bakal jemput dia jam 3 sore. Takut macet. Biasa... Jakarta gituloh.. -_- Jam setengah tiga aku udah sampe di My Salon dan Ester lagi didandanin. Eh, disitu aku juga ketemu sama beberapa temen SMAK 7 lainnya. Feli, Seli, & Meryl. Walah.. Pada nyalon disitu toh... Jam tiga Eteng udah selesai dandan, dan kalian tau berapa harganya?!!! 425 ribu! Aku sampe kaget! Lebih- lebih Esther. Padahal cuma rambut sama make up PAC doang. Wow~ Habis salonku buat wisuda cuma Rp 135.000 (make up sama rambut). Sekarang udah jam set