Perjalanan menyebrangi perbatasan kali ini benar- benar tak terlupakan. Di sleeping bus yang kami tumpangi, aku tidur di bawah sementara di atasku ada tante Turki setengah baya yang selalu panas hati.
Pas aku lagi tidur, tiba- tiba dia teriak di kupingku;
"Heh! Kamu nyolong syalku, yah?"
"What? I was sleeping!"
"Tapi kenapa syalku ada di sebelahmu?"; bentaknya lagi.
"Mana kutau? Jatoh kali!"
"I don't believe you!"
"Whatever! I don't care.."; sahutku ikutan emosi.
Pagi- pagi udah dibikin emosi. Kampret banget! Kalau gak mau jatoh, iket tuh di kepala biar jadi kaya pendekar kesiangan. Cape, deh.
Gak lama, bus kamipun berhenti di perbatasan. Karena kami berdua dari Asia Tenggara, ngantrinya beda sama yang dari Eropa. Aku sama Jessica sempet kebingungan karena gak ada yang bisa bahasa Inggris dan gak tau sebenernya harus ngantri di bagian yang mana. Untung aja ada om- om Thai yang bisa bahasa Melayu yang bantuin. Om ini rupanya udah sering ke Laos. Yaudah, kami ngekor dia aja.
Pas sampai di loket, aku dan Jeje speechless!
Antriannya kaya konser dangdutan! Berjubel, pake saweran, sambil teriak- teriak! Benar- benar gak kebentuk barisan. Setelah satu jam, kampun berhasil menembus kerumunan dan menyerahkan paspor kami buat di cap. Tapi dengan satu syarat, kasih dolar dulu. Yang bikin naik darah, walaupun udah diselipin USD,cuma duitnya doang yang diambil. Terus pasporku sama Jeje malah ditaro lagi ditumpukkan paling bawah! Petugasnya tetep duluin orang lokal! Akhirnya, setelah nunggu satu jam lagi dan melontarkan berbagai sumpah serapah ke si petugas, paspor kamipun dicap. Bye, Vietnam! Welcome to Laos!
Dalam hati aku bersyukur, orang Indonesia ternyata lebih bisa antri daripada orang mereka.
Dengan susah payah, kami akhirnya berhasil keluar dari kerumunan hanya untuk menyadari dua hal.
Om Thainya hilang!
Dan bus kita lenyap!
Karena panik, aku sama Jeje lari keluar nyariin itu bus. Mana subuh- subuh, hujan, dingin, berkabut, becek lagi! Arggh!!! Kami lari- lari ke atas bukit sambil teriak- teriak. Persis orang gila! Aku takut banget barangku yang masih di dalam bus dicuri orang!
Sesampainya di atas bukit, kami diusir polisi katanya suruh tunggu di bawah. Sampai di bawah, diusir lagi ke atas. Udah basah dari ujung kepala sampe ujung kaki, masih dibentak- bentak dan dipermainkan! Orang sana cuma nontonin aja! Gak ada satupun yang berinisiatif nolong! Keterlaluan banget!
Untungnya ada kondektur bus yang bisa dimintai bantuan meskipun harus maki- maki dia dulu supaya dia ngerti. Berkat dia, AKHIRNYA, kami berhasil menyusul bus sialan itu dengan kondisi yang dapat dikatakan lebih mirip patung lumpur.
Aku nangis karena syok, sementara Jeje maki- maki supir busnya;
"F*CK YOU! STUPID M*RON! @##%&!!"
Karena emosi, kami gak lepas sendal dan langsung melenggang masuk kotor- kotoran.
"HEY!! Lepas sandalmu!! KOTOR!!!", supir busnya sekarang giliran yang teriak sambil melotot.
Bodo amat deh!
Dalam sekejap aku dan Jeje jadi partner in crime dan sengaja kotorin itu bus! Biar mampus nyucinya! Setan banget!
Aku langsung ambil selimut karena menggigil kedinginan. Eh, si Tante Turki ini tiba- tiba jadi simpati terus bilang;
"They shouldn't treat you like this. Btw I'm going to the toilet first"
"Jangan, tan!!! Ntar lu ditinggal!"
Eh, beneran! Pas tantenya turun ke toilet, busnya ngeloyor pergi sampe ke Laos. Kami para turis udah teriakin supir busnya tetep gak dipeduliin. Maaf, tante. Rupanya sekarang giliranmu yang apes.
Pas aku lagi tidur, tiba- tiba dia teriak di kupingku;
"Heh! Kamu nyolong syalku, yah?"
"What? I was sleeping!"
"Tapi kenapa syalku ada di sebelahmu?"; bentaknya lagi.
"Mana kutau? Jatoh kali!"
"I don't believe you!"
"Whatever! I don't care.."; sahutku ikutan emosi.
Pagi- pagi udah dibikin emosi. Kampret banget! Kalau gak mau jatoh, iket tuh di kepala biar jadi kaya pendekar kesiangan. Cape, deh.
Gak lama, bus kamipun berhenti di perbatasan. Karena kami berdua dari Asia Tenggara, ngantrinya beda sama yang dari Eropa. Aku sama Jessica sempet kebingungan karena gak ada yang bisa bahasa Inggris dan gak tau sebenernya harus ngantri di bagian yang mana. Untung aja ada om- om Thai yang bisa bahasa Melayu yang bantuin. Om ini rupanya udah sering ke Laos. Yaudah, kami ngekor dia aja.
Pas sampai di loket, aku dan Jeje speechless!
Antriannya kaya konser dangdutan! Berjubel, pake saweran, sambil teriak- teriak! Benar- benar gak kebentuk barisan. Setelah satu jam, kampun berhasil menembus kerumunan dan menyerahkan paspor kami buat di cap. Tapi dengan satu syarat, kasih dolar dulu. Yang bikin naik darah, walaupun udah diselipin USD,cuma duitnya doang yang diambil. Terus pasporku sama Jeje malah ditaro lagi ditumpukkan paling bawah! Petugasnya tetep duluin orang lokal! Akhirnya, setelah nunggu satu jam lagi dan melontarkan berbagai sumpah serapah ke si petugas, paspor kamipun dicap. Bye, Vietnam! Welcome to Laos!
Dalam hati aku bersyukur, orang Indonesia ternyata lebih bisa antri daripada orang mereka.
Dengan susah payah, kami akhirnya berhasil keluar dari kerumunan hanya untuk menyadari dua hal.
Om Thainya hilang!
Dan bus kita lenyap!
Karena panik, aku sama Jeje lari keluar nyariin itu bus. Mana subuh- subuh, hujan, dingin, berkabut, becek lagi! Arggh!!! Kami lari- lari ke atas bukit sambil teriak- teriak. Persis orang gila! Aku takut banget barangku yang masih di dalam bus dicuri orang!
Sesampainya di atas bukit, kami diusir polisi katanya suruh tunggu di bawah. Sampai di bawah, diusir lagi ke atas. Udah basah dari ujung kepala sampe ujung kaki, masih dibentak- bentak dan dipermainkan! Orang sana cuma nontonin aja! Gak ada satupun yang berinisiatif nolong! Keterlaluan banget!
Untungnya ada kondektur bus yang bisa dimintai bantuan meskipun harus maki- maki dia dulu supaya dia ngerti. Berkat dia, AKHIRNYA, kami berhasil menyusul bus sialan itu dengan kondisi yang dapat dikatakan lebih mirip patung lumpur.
Aku nangis karena syok, sementara Jeje maki- maki supir busnya;
"F*CK YOU! STUPID M*RON! @##%&!!"
Karena emosi, kami gak lepas sendal dan langsung melenggang masuk kotor- kotoran.
"HEY!! Lepas sandalmu!! KOTOR!!!", supir busnya sekarang giliran yang teriak sambil melotot.
Bodo amat deh!
Dalam sekejap aku dan Jeje jadi partner in crime dan sengaja kotorin itu bus! Biar mampus nyucinya! Setan banget!
Aku langsung ambil selimut karena menggigil kedinginan. Eh, si Tante Turki ini tiba- tiba jadi simpati terus bilang;
"They shouldn't treat you like this. Btw I'm going to the toilet first"
"Jangan, tan!!! Ntar lu ditinggal!"
Eh, beneran! Pas tantenya turun ke toilet, busnya ngeloyor pergi sampe ke Laos. Kami para turis udah teriakin supir busnya tetep gak dipeduliin. Maaf, tante. Rupanya sekarang giliranmu yang apes.
Komentar
Posting Komentar